Selasa, 22 Januari 2008

PERIHAL SEORANG KAWAN


(Chendri list)

Aku perempuan yang di peruntukan untuk menjadi pendamping laki-laki yang di peruntukan untuku, lelaki yang ku dambakan sesaat fajar datang dan berpulang menuju peraduanya. Penglihatanku tertuju pada satu keadaan yang tak terduga, ini kisah yang tlah lusuh terkoyak waktu dan berlumuran debu, kisah yang pernah ku tinggalkan bersama datangnya pagi. Ku kayuh langkah ini menempuh dua keadaan yang menjadi dilema. Ada suasana hati yang tak pernah mati ada suasana hati yang yang menjadikan suatu hal itu mati. Ku coba membuka kisah yang lusuh itu bersama alam fikiranku, ku fatwa untuk mengingatnya lagi.Alam fikiranku sepertinya tak bersahabat padaku, dalam ucapannya ia tak mau untuk menggigat masa lalu yang sudah jauh tertinggal, namun aku coba untuk membujuknya dengan permohonan yang begitu dalam, mencoba menyanjungnya dengan pujian dan meluluhkannya dengan isak dan tangisan, bagai perunggu yang tak mampu menahan panasnya api ia melebur dan luluh.

Di keramaian tanah kelahiranku, kisah ini kumulai lagi bersama pelik dan benar, sungguh tuhan begitu mulia ia persembahkan cerita ini dalam hidupku, bukan cerita yang mereka tau.Cerita ini masih di selimuti oleh ruang yang enggan bercahaya namun ada keindahan di dalamnya.

Saat sang langit bergumul bersama awan putih yang terhampar luas bagai permadani di kerajaan, begitu mulia ku pandang begitu indah hingga meradang kesekujur tubuh dan merambat mengitari aliran darahku, di hadapanku keindahan itu seakan menyuruhku untuk berpetualang di atas langit biru, mensabdakan bahwa langit menunggu ku, menungguku sejak malam tadi, ia sabdakan lewat hatiku” masa lalu yang kau tinggalkan kini kembali membawa warna yang baru”, lalu suara yang ada di dalam hatiku itu menghilang cepat, aku bergegas mencarinya, ku angkat kepalaku ke atas langit namun suara itu tak jua muncul kembali, ku tundukan kepalaku ke dadaku, yang ku dapat hanya sepi, lebih sepi dari pada malam yang mereka anggap sepi. Kini aku berdiri tegak dan ku mulai membuka perkataanku.

“Wahai mahkota surga, di mana aku dapati lagi sabda itu,

sabda yang membuat hatiku jadi bertanya apa?

pulang kemana ia?nerakakah ataukah surga?

Sesaat itu pula perkataan ku habiskan, dan aku beranjak pergi dari situ. Ribuan mata memandangku tak berarti, tak mengerti, tak pahami. Setapak demi setapak langkahku ku ayunkan bersama hari yang semakin memudar dan rona muka yang tertunduk, dalam suasana langkah ku dengar suara itu lagi, kini suara itu tak ku dengar lewat hatiku namun pendengaranku yang merangkuhnya, suara itu memanggil namaku, aku coba menghentikan laju langkahku, pandanganku kini tertuju pada seseorang yang ada di hadapanku, seorang lelaki yang tampaknya pernah ku kenal, lelaki yang dahulu pernah menjadi seorang kawan, dan lelaki yang kini ada hadapanku memang benar kawanku.

Sepi kini menjadi hilang saat tiba keadaan itu, masa yang tak ku duga,ia adalah seorang kawan yang dahulu jauh, jauh dari kehidupanku namun dekat di hari-hariku, saat itu agaknya ribuan kata ingin sekali terucap dari dalam mulutku namun beban yang memikul begitu berat. Hatiku kembali bergumam

“Wahai waktu ada apa gerangan datang

jauh-jauh dari sisi bukit itu

datang membawa salam seorang teman

usah pergi jauh, di sana tak ada anggur yang dapat kau nikmati

tak ada pasanggan yang kan ku temui,

di sini saja wahai waktu!

berteman dan berkenalan dengan seseorang yang kau bawa ini

Ada taman bunga yang di adakan bagi para pecinta

di dalamnya bukan hanya bunga yang ada

anggur tersaji pula di dalamnya

hingga tak ada para pecinta yang dapat menahan keingginan untuk memetiknya

Hari berganti begitu cepat, mengitari putaran bumi dengan ikhlasan dalam tuntunan sang maha mengetahui.

Sesaat tuhan mempertemukan aku kembali lagi bersama kawanku, sepertinya tuhan mengisyaratkan agar aku memulai satu kisah, kisah yang lama namun dalam keadaan yang baru. Setelah pertemuan itu ada rasa yang tubuh lewat sanubariku, ia tertanam di pusara hati dan menunggu untuk di sirami agar tak layu dan mati,

X

Karena pertemuan kita terpisahkan

awalnya kita tak ada lalu menjadi ada dan akan tak ada lagi hal yang ada.

Wanita dan lelaki memadu kasih

hingga merasakan madu itu,

bercinta dalam hayalanya, menyanjung lewat bayanganya

X

Aku perempuan yang sarat akan rasa malu

duhai kawanku, adakah pula rasa itu

ucapkanlah atau seratlah dengan pena itu

jangan menunggu hingga bulan tak lagi berpijar

usah menunggu waktu menjadi kusam

X

Jangan kau tutup tirai itu sebelum aku dapat memandang wajahmu

meski sesaat, walau sekejap, hari kan berganti cepat

bicaralah padaku wahai kau yang ada di situ

sebelum kau terlelap jauh kedalam mimpimu

X

Kini kurebahkan tubuhku di tempat tidurku, secepat mungkin ku pejamkan kedua bola mataku hingga memejam dalam-dalam, hingga ku bermimpi bertemu bersama kawanku itu, benar itu mimpi yang kualami saat malam ke dua pertemuanku dengannya, bukan dalam tidur saja itu terjadi, mimpi itu menjadi kenyataan yang di sempurnakan oleh tuhan, menjadi nyata dalam alam kenyataan.

Sepertinya kita mempunyai ikatan yang tak tergaris dalam ruang, ataukah hanya perasaanku yang terbawa dalam keadaan itu, aku tak tau itu. Kawan mohon dengarlah sekedar pintaku ini, pinta yang tak berarti, karna ada curahan hati yang menggenangi batinku, dekat sekali di sini (sambil tangan ku menunjuk ke dadanya).

Ada lelaki yang ku sembunyikan di dalam rumahku

Ia tlah mengetuk pintu hatiku

dengan bambu itu

kadang ia menampakan diri di alam anganku

wajahnya merona merah tertunduk malu

lelaki jelatah kau itukah?

ada cinta yang kita miliki

hanya saja ia tak tampak untuk memiliki

buka cinta tak harus saling memiliki

tapi cinta yang tak mau memiliki egoisnya hati

mencintai cinta bersama ribuan rasa itu lebih indah.

Sekujur tubuhku gemetar melihatmu

ada rasa yang terselubung dan tersulam di alam jauh sana.

Sekejap keadaan menjadi hening hanya suara malam yang selalu menjadikan

Tidak ada komentar: