Kamis, 24 Januari 2008

Dan suryalaya sebagai persinggahan

Disini kita akan masuk kepada suatu dunia yang tak jauh beda dengan dunia yang kita tempati, hanya saja ada perbedaan yang akan kau temu disini. Ini merupakan suatu desa yang ada dipinggiran Tasikmalaya, udaranya masih sejuk, pohonya masih hijau walaupun ada sedikit yang menguning, dan orangnya ramah-tamah, Godebag nama dusun yang agaknya kini dilupakan berganti dengan sebutan Suryalaya

Ketika pertama kali aku menginjakan kaki disini tentunya terasa asing, aku berfikir ini dunia yang baru diciptakan oleh tuhan,dunia yang indah. Pertama kali memasukinya aku disambut dengan sebuah gapura yang bertuliskan PP.Suryalaya berdiri 5 September 1905, Sebuah pesantern yang cukup tua, yang pasti banyak mempunyai pengalaman yang berguna. Di sekitar jalan menuju Masjid, kadang aku mendapati segerombolan orang Laki-laki atau perempuan, dari aroma mukanya mereka tampak orang-orang jauh yang sengaja datang ketempat ini. Sirul Asrar sebuah mesjid yang ada disini, bentuknya indah dan mempunyai kuba yang besar di sertai kuba-kuba kecil juga warna lampu yang menawan. Ketika itu suara Adzan hampir berakhir, kaki ku melangkah mengikuti segerombolan orang yang berjalan, dan benar orang-orang yang ku ikuti menuju ke tempat berwudhu. Assalamu’alaikum, assalamu’alaikum, setelah menyelesaikan shalat aku bergegas keluar dari dalam masjid, dan duduk-duduk di depan teras masjid mencari kesejukan, belum lama aku keluar terdegar suara alunan dzikir jahar, akupun menengok dari balik pintu, dari jamah ada yang tampak diam atau juga bergerak. Waktu menyorong malam hingga larut, kabut mulai turun berlahan-lahan dari sebuah bukit yang diliputi cahaya seperti kunang-kunang, sepanjang malam tempat ini terasa tampak tak sepi, satu bahkan puluhan orang datang kesini mungkin itu dari luar atau dalam negeri. Suara kumandang dzkir memenuhi tanah ini sepanjang waktu, sejauh malam dan sedekat pagi, siang dan sore.

Dibibir daun yang hijau terlihat butirang embun yang akan jatuh, namun dia urungkan niat untuk menjatuhkan dirinya ke hamparan bumi saat ini, namun dia tak kuasa menentukan itu, ketika waktu datang menghitungnya dan momenpun tiba dihadapanya ketika itu embunpun menjatuhkan dirinya yang bening untuk bumi. Udara masih teras sejuk untuk dihirup dan dingin ketika pori-pori ini mulai menyentuhnya, Disebuah tempat yang dinamakan Madarasah berjejer puluhan bahkan ratusan orang, mereka ingin berziarah kepada seorang yang alim, Abah anom orang orang biasa menyebutnya seperti ini, nama aslinya ialah syekh. Ahmad sohibulwafa Tajul ‘Arifin, Beliau seorang mursyid tarikat mu’tabaroh Qadriah wa Naqsyabandiah. Seorang yang alim seperti beliau tidak mengacuhkan orang yang akan menemuinya meskipun beliau tergolong manusia yang telah lanjt usia jasadnya. Sebuah karomah dari seorang guru dinanti oleh para manusia yang ingin diakui sebagai murid, meskipun harus berdesak-desakan dengan antrian yang pajang, sebuah jabatangan taupun sentuhan kecil menjadi sebuah kenikmatan tersendiri ketika bertemu dengan seorang mursyid.

Yang terkasihi

Sejauh kuberziarah disini kudapati segala karomah

Disuatu tempat persingahan

Dari seorang yang dipilih Allah

Jariku tak mampu kusentuhkan

Bibirkupun bergetar dan bungkamlah ucapan

Hanya kupandang wajahmu dan puaslah aku

Ku rela kau bentuk hati ku

Biar saja kau bimbing akal ku

Bila tercipta itulah aku sebenarnya

Oh Mahakasih,

Oh kau yang terkasihi

Tidak ada komentar: